Tirtayatra berasal dari bahasa
Sansekerta, yang terdiri dari dua kata yakni Tirta dan Yatra. Tirta menurut
kamus bahasa sansekerta dan menurut para ahli mempunyai banyak pengertian seperti
pemandian, sungai, kesucian air, toya atau air suci, sungai yang suci atau
tempat berziarah. Dari berbagai pengertian tampaknya tirta mempunyai makna
kearah yang sama yakni membersihkan atau menyucikan. Sedangkan secara
kenyataannya dari pengertian di atas mengarah ke wujud air. Dengan demikian
secara umum dapat kita simpulkan tirta adalah air. Sedangkan yatra berarti
perjalanan suci. Jadi tirtayatra adalah perjalanan suci untuk mendapatkan atau
memperoleh air suci (Suparta, 2005 : 8). Menurut Titib (1994 : 41) Tirtayatra
berarti mengunjungi tempat-tempat suci. Istilah lainnya adalah Tirtagamana atau
Tirthagocara. Tirtayatra merupakan suatu kegiatan keagamaan untuk meningkatkan
kehidupan spiritual (kerohanian) dengan cara mengunjungi tempat-tempat suci kemudian
melakukan persembahyangan, melakukan meditasi, dan Japa di tempat tersebut dan
kembalinya membawa air suci. Dalam Lontar Peniti Agama Tirtha dikatakan bahwa
“Tirtha ngaran amretan “artinya tirtha adalah hidup. Jadi demikian tirtayatra
dipahami sebagai perjalanan ketempat-tempat suci atau pura yang mana tujuannya
bersembahyang untuk memperoleh air suci atau tirtha. Perjalanan tersebut dapat
menuju ketempat suci di luar desa, pegunungan atau pinggir pantai guna
memperoleh air suci atau tirtha sebagai simbul amretam/amerta (Suparta, 2005 :
8). Melalui pengabdian kita memperoleh kesucian, dengan kesucian kita
mendapatkan kemuliaan, dengan kemuliaan kita mendapatkan kehormatan, dengan
kehormatan kita mendapatkan kebenaran, (Yayur Weda, XIX, 30). Tirtayatra dalam
bahasa sehari-hari di Bali dipahami dengan Tangkil ke pura-pura. Pura atau
tempat suci di Bali sengaja dibangun oleh para pendahulu kita tempat-tempat
yang mampu memberikan pancaran atau getaran spiritual. Atau tempat-tempat yang
mampu membangkitkan aura dan vibrasi kesucian, serta ketenangan jiwa. Tempat
yang mendukung konsentrasi untuk melakukan pemujaan kehadapan Ida Sang Hyang
Widhi Wasa. Keutamaan Tirtayatra tertulis dalam kitab Sarasamuscaya sebagai
berikut : “Keutamaan tirtayatra itu amat suci, lebih utama dari pensucian
dengan yadnya. Tirtayatra dapat dilakukan oleh orang miskin.” (Sarasamuscaya,
279) (Suparta, 2005 : 9). Penyucian diri lahir bhatin dipandang sebagai tujuan
dari tirtayatra melalui pelaksanaan bhakti yang tulus iklas, tekun, sungguh-sungguh,
dan dengan kesucian. Tidak memandang orang dalam status atau siapa yang
melakukannya sebagai penyerahan diri kehadapan Hyang Maha Kuasa. Bhagawad Gita
IX. 30. Mengatakan bahwa : “meskipun seorang yang tingkahnya hina, menyembah
Aku dengan penyerahan diri dengan penuh kebhaktian, ia harus digolongkan kepada
yang patut, karena ia telah mengambil keputusan yang tepat dan benar”. Disini
ditunjukkan kepada kita bahwa bagaimana kekuatan bhakti yang terpusat dapat
mengubah jiwa manusia dan sekaligus mengangkat jiwanya pada keadaan yang lebih
mulia di hadapan Hyang Widhi Wasa (Suparta, 2005 : 9).
Tidak ada komentar:
Posting Komentar