Pasimpangan Pura Rambut Siwi |
Pura Rambut Siwi - kurang lebih
17 km di timur kota Negara -- adalah pura untuk memuja Tuhan sebagai dewanya
pertanian. Turun ke bawah di bagian tenggara Pura Rambut Siwi terdapat Pura
Segara. Pura ini ada juga yang menyebutnya Pura Taman. Bersebelahan dengan Pura
Segara itu terdapat Pura Penataran. Dalam acara persembahyangan apalagi kalau
ada pujawali atau piodalan, ketiga pura itu sangat nampak keterkaitannya.
Pujawali diadakan setiap enam bulan wuku yaitu pada hari Buda Umanis
Prangbakat. Umumnya kalau kita bersembahyang ke Pura Rambut Siwi ini pasti juga
dilakukan persembahyangan di Pura Segara dan Pura Penataran. Naik ke atas di
barat dayanya barulah Pura Rambut Siwi berdiri megah. Memperhatikan susunan
letak tiga pura tersebut nampak pura tersebut sangat tua umurnya. Karena
sebelum Mpu Kuturan mengajarkan pembangunan Kahyangan Tiga di setiap desa
pakraman di Bali sudah ada tiga jenis pura di setiap kerajaan di Bali yaitu
Pura Segara, Pura Penataran dan Pura Puncak. Pura Rambut Siwi ini tergolong
Pura Puncak-nya karena letaknya di puncak atau di dataran tinggi kalau dilihat
dari Pura Segara dan Penataran. Hal ini melambangkan pemujaan Tuhan menjiwai
Bhur Loka, Bhuwah Loka dan Swah Loka. Tiga pura tersebut melukiskan bahwa Tuhan
itu ada di mana-mana, di alam bawah, tengah maupun di alam atas. Di samping
itu, tiga pura ini sebagai media untuk memohon kedamaian di Tri Loka tersebut.
Memohon kedamaian di Tri Loka itu dinyatakan dalam mantram Atharvaveda dalam
kutipan di atas. Kalau langit, udara dan tanah serta air di bumi dalam keadaan
damai maka kehidupan agraris yang berpangkal pada eksistensi pertanian pasti
berlangsung dengan baik. Masyarakat di daerah Jembrana memohon kepada Tuhan di
Pura Rambut Siwi dengan Pura Penataran dan Pura Segara-nya agar bumi, udara dan
langit tidak terganggu fungsinya menjadi sumber kehidupan ekonomi agraris di
Jembrana. Kemakmuran ekonomi itu sangat tergantung pada tercukupnya kebutuhan
masyarakat akan makan, minum, sandang dan perumahan. Kalau tanah dan air rusak,
udara kotor penuh polusi maka pertanian itu akan sulit dikembangkan dengan
baik. Mengapa pura ini sekarang lebih terkenal dengan sebutan Pura Rambut Siwi?
Hal itu terkait dengan mitologi kedatangan Mpu Dang Hyang Nirartha dari Jawa
Timur atau Majapahit ke Bali. Menurut Mpu Bhaskara Murti dari Geria Madu Sudana
di kota Negara, saat Mpu Dang Hyang Nirartha ke Bali salah satu pura yang
beliau kunjungi adalah Pura Rambut Siwi. Saat beliau memasuki pura, penjaga
pura mengharuskan agar Mpu Dang Hyang Nirartha sembahyang di pura tersebut.
Kalau tidak, beliau akan diterkam oleh harimau. Karena diharuskan, menyembahlah
beliau di pura tersebut. Ternyata pura tersebut menjadi hancur berantakan.
Karena demikian, penjaga pura akhirnya mohon maaf kepada Mpu Dang Hyang
Nirartha. Di samping itu penjaga pura mohon agar pura itu dikembalikan pada
keadaan semula. Atas kewisesaan Mpu Dang Hyang Nirartha, pura itu pun kembali
utuh seperti sediakala. Mpu Dang Hyang Nirartha mengambil sehelai rambut beliau
diletakkan di pura tersebut untuk dijadikan sarana pemujaan di pura tersebut.
Sejak itulah pura tersebut bernama Pura Rambut Siwi. Nama Rambut Siwi inilah
yang lebih populer sampai saat ini. Saat Mpu Dang Hyang Nirartha ke Bali yang
berkuasa di Jembrana adalah I Gusti Ngurah Rangsasa. Konon penguasa ini
menganut ajaran Bairawa. Ajaran Bairawa ini bersumber dari ajaran Tantrayana.
Pada zaman dahulu banyak yang menyalahartikan ajaran Tantrayana ini. Misalnya
salah satu ajarannya ada yang menyatakan tentang maituna yang diartikan sebagai
hubungan seks secara bebas dan erotis. Hakikat ajaran maituna adalah suatu
sikap yoga untuk menguatkan dan meningkatkan hubungan purusa dengan pradana
dalam diri. Dari hubungan tersebut akan muncul daya spiritual dari dalam diri
yang lebih hebat. Daya spiritual itu akan mampu mengekspresikan kesucian Atman
mencapai Brahman/keadaan diri yang seperti itu akan berdaya guna untuk
membangun jati diri yang sehat jasmani dan rohani. Dalam Mahanirwana Tantra
dinyatakan bahwa Tantrayana itu menguatkan kekuatan Guna Sattwam dan Rajas
secara seimbang menguasai pikiran. Pikiran yang dikuatkan oleh Guna Sattwam dan
Rajas itu akan mampu membuat manusia berniat baik dan berbuat baik secara
nyata. Nampaknya ajaran Tantrayana inilah yang diluruskan oleh Mpu Dang Hyang
Nirartha ketika datang di Jembrana khususnya dan di Bali pada umumnya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar